Makalah Komunikasi Interpersonal



PRODI
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


 


Oleh
Arum Marina Sari 








BAB I
PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang
          Komunikasi merupakan suatu proses dua arah yang menghasilkan pertukaran informasi dan pengertian antara masing-masing individu yang terlibat. Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia. Komunikasi merupakan kebutuhan hakiki dalam kehidupan manusia untuk saling tukar menukar informasi. Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia baik yang dilakukan secara perorangan, kelompok maupun organisasi tidak akan mungkin terjadi. Manusia memerlukan kehidupan sosial, yaitu kehidupan bermasyarakat. Sebagian besar interaksi manusia berlangsung dalam situasi komunikasi interpersonal (komunikasi antar pribadi).
          Komunikasi antar pribadi sangat penting dilakukan untuk mendukung kelancaran komunikasi dalam organisasi. Sistem komunikasi serta hubungan antar pribadi yang baik akan meminimalisir kesenjangan antara berbagai pihak dalam organisasi dan meminimalisir rasa saling tidak percaya serta kecurigaan di lingkungan kerja. Komunikasi yang baik merupakan mediator dalam proses kerjasama dan transformasi informasi dalam mendukung kemajuan organisasi. Komunikasi yang baik senantiasa menimbulkan iklim keterbukaan, demokratis, rasa tanggung jawab, kebersamaan dan rasa memiliki organisasi.
          Arni Muhammad menyatakan bahwa “komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya”.[1]
          Fungsi Komunikasi interpersonal adalah untuk mendapatkan respon/ umpan balik. Hal ini sebagai salah satu tanda efektivitas proses komunikasi. Bayangkan bagaimana kalau tidak ada umpan balik, saat kalian berkomunikasi dengan orang lain. Selanjutnya, untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respon/ umpan balik.

B.          Rumusan Masalah
1.      Apa itu komunikasi Interpersonal ?
2.      Apa itu akomodasi dalam komunikasi ?
3.      Apa itu identitas sosial ?

C.         Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui komunikasi interpersonal
2.      Untuk mengetahui akomodasi dalam komunikasi
3.      Untuk mengetahui identitas sosial














BAB II
PEMBAHASAN

A.         Komunikasi Interpersonal
            Secara konstektual, komunikasi interpersonal digambarkan sebagai suatu komunikasi antara dua individu atau sedikit individu, yang mana saling berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun, memberikan definisi konstektual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi interpersonal karena setiap interaksi antara satu individu dengan individu lain berbeda-beda.    
          Arni Muhammad menyatakan bahwa “komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya”.[2]
Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara individu-individu (Littlejohn, 1999).
          Komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya.
          Effendi mengemukakan, komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikankomunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga.[3]
          Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya.
          Dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian informasi, pikiran dan sikap tertentu antara dua orang atau lebih yang terjadi pergantian pesan baik sebagai komunikan maupun komunikator dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian, mengenai masalah yang akan dibicarakan yang akhirnya diharapkan terjadi perubahan perilaku.
          Komunikasi interpersonal yaitu kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi ini terbagi menjadi dua jenis yaitu :
a.       Komunikasi diadik (Dyadic communication)
Komunikasi diadik adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang. Misalkan, anda berkomunikasi dengan seseorang yang anda temui di jalan. atau sedang menelpon seseorang yang lokasinya jauh dari saudara.

b.     Komunikasi triadik (Triadic communication)
Komunikasi triadik adalah komunikasi antarpribadi yang pelaku komunikasinya terdiri dari tiga orang, yaitu seorang komunikator dan   dua orang komunikan.
Apabila dibandingkan dengan komunikasi triadik, maka komunikasi diadik lebih efektif, karena komunikator memusatkan perhatiannya kepada seorang komunikan sepenuhnya, sehingga ia dapat menguasai frame of reference komunikan sepenuhnya, juga umpan balik yang berlangsung, kedua faktor yang sangat berpengaruh terhadap efektif tidaknya proses komunikasi.

            Fungsi Komunikasi interpersonal adalah untuk mendapatkan respon/ umpan balik. Hal ini sebagai salah satu tanda efektivitas proses komunikasi. Bayangkan bagaimana kalau tidak ada umpan balik, saat kalian berkomunikasi dengan orang lain. Selanjutnya, untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respon/ umpan balik. Contohnya, setelah apa yang akan kita lakukan, dan setelah mengetahui lawan bicara kita kurang nyaman diajak berbincang.

B.          Model Komunikasi Interpersonal
          Menurut Coleman dan Hammen, ada empat buah model komunikasi interpersonal, yaitu :[4]
1.      Model  Pertukaran Sosial
Thibault dan Kelley mengemukakan bahwa “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”.
Ganjaran merupakan setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Sedangkan biaya dijelaskan sebagai akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan.
Dengan kata lain, model pertukaran sosial dapat di ibaratkan sebagai suatu transaksi dagang. Karena, orang berinteraksi dengan orang lainnya hanya mengharapkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhannya.
2.      Model Peranan
Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspedisi peranan dan tuntutan peranan. Ekspedisi peranan mengacu pada kewajiban, tugas, dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok.
Tuntutan peranan adalah dasakan soaial yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya. Dalam hubungan interpersonal, desakan halus atau kasar dikenakan pada orang lain agar ia melaksanakan peranannya.
Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu, kadang disebut juga kompetensi sosial. Dibedakan menjadi keterampilan kognitif menunjukkan kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan orang lain dari dirinya dan keterampilan tindakan merupakan kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan harapan. Konfliik peranan terjadi bila individu tidak sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan.
3.      Model Permainan
Eric Berne (1964,1972) mmengklasifikasikan model permainan ini dalam tiga kepribadian manusia. Yaitu Orang Tua, Orang Dewasa dan Anak (Parent, Adult, Child). Orang Tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua kita. Orang Dewasa adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situaisi, dan biasanya berhubungan dengan masalah yang membutuhkan pengambilan keputusan secara sadar. Anak adalah unsur yang diambil dari perasaan dan penglaman kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan kesenangan. Dan kita akan memunculkan salah satu aspek kepribadian kita pada saat berkomunikasi interpersonal, dan orang lain akan membalasnya dengan salah satu aspek tersebut juga.
4.      Model interaksional
Komunikasi interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode   komunikasi, ekspektasi dan pelaksanan peranan, serta permainan yang dilakukan. Dengan singkat, model interaksional mencoba menggabungkan model pertukaran sosial, peranan dan permainan. Model yang memandang bahwa hubungan interpersonal sebagai suatu sistem, dan setiap sistem memiliki sifat-sifat struktural, integratif, dan medan.
C.         Efektifitas Komunikasi Interpersonal
          Efektifitas komunikasi interpersonal merupakan interaksi (face to face) antara dua individu atau lebih untuk saling menukar informasi dan saling mempengaruhi tingkah laku yang dapat menimbulkan umpan balik secara langsung demi menunjang suatu tujuan.
          Komunikasi interpersonal dikatakan lebih efektif dalam hal membujuk lawan bicara karena tanpa menggunakan media dalam penyampaian pesannya serta dapat langsung melihat reaksi dari lawan bicara. Komunikasi interpersonal sering dilakukan oleh semua orang dalam berhubungan dengan masyarakat luas.
          Menurut Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book”, efektifitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum (sifat) yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).
1.      Keterbukaan (Openness)
            Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal.
·         Komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi.
·         Mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang.
·         Menyangkut “kepemilikan” perasaan dan pikiran. Terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda bertanggungjawab atasnya.
2.      Empati (empathy)
            Empati sebagai kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang.
            Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan :
·         keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai
·         konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan fisik
·         sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
3.      Sikap mendukung (supportiveness) dan Umpan Balik
            Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Dan umpan balik yang ditimbulkan harus terlihat komunikasi yang diciptakan berhasil atau tidak, efektif atau tidak.
4.      Sikap positif (positiveness)
            Kita mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan sedikitnya dua cara: (1) menyatakan sikap positif dan (2) secara positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri.
         Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.


5.      Kesetaraan (Equality)
            Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan,
            Ketidak-sependapatan dan konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.
            Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal atau hubungan emosional yang baik. Kegagalan komunikasi terjadi apabila isi pesan kita pahami, tetapi hubungan diantara komunikan menjadi rusak. Bila seseorang berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan dirinya, maka seseorang tersebut akan merasa gembira, dan terbuka. Sebaliknya bila ia berkumpul dengan orang-orang yang ia benci, maka itu akan membuatnya merasa tegang, resah, dan tidak enak. Dengan demikian seseorang tersebut akan menutup diri dan menghindari komunikasi atau ingin segera mengakhiri komunikasi tersebut.
·         Komunikasi interpersonal dikatakan efektif apabila memenuhi tiga syarat :
1. Pesan yang dapat diterima dan dipahami oleh komunikan sebagaimana   dimaksud oleh komunikator.
2. Ditindak lanjuti dengan perbuatan secara sukarela.
3. Meningkatkan kualitas hubungan antar pribadi.

·         Komunikasi interpersonal yang efektif berfungsi untuk :
1.  Membentuk dan menjaga hubungan baik antar individu.
2.    Menyampaikan pengetahuan atau informasi.
3.    Mengubah sikap dan perilaku
4.    Pemecahan masalah hubungan antar manusia
5.    Citra diri menjadi lebih baik
6.    Jalan menuju sukses

·         Komunikasi interpersonal tatap muka mempunyai banyak kelebihan, yaitu :
1.      Feedback antara komunikator dan komunikan akan diterima secara cepat dan dapat melihat pula reaksi yang menjadi komunikasi non verbal dari komunikan itu sendiri.
2.      Terdapat kedekatan emosional karena intensitas dalam berkomunikasi.
3.      Bisa mengurangi noise (gangguan) dalam berkomunikasi karena terjadi secara langsung dan bila ada gangguan langsung bisa dikonfirmasi.
4.      Dapat menyampaikan suatu pesan dengan hanya komunikasi non verbal tanpa komunikasi verbal.
5.      Tidak memerlukan biaya dalam melakukannya karena dilakukan secara langsung dan continue, sehingga mengobrol dalam jangka waktu yang lama tidak mengeluarkan biaya.
6.      Emosi atau perasaan antara komunikator dan komunikan lebih terlibat dan mengurangi kebohongan karena mimik wajah akan terlihat langsung oleh lawan bicaranya.

·         Selain mempunyai kelebihan, komunikasi interpersonal tatap muka juga mempunyai kelemahan, yaitu  :
1.      Mengenai efisiensi waktu, yang dimaksudkan disini adalah efisiensi waktu untuk bertemu. Setiap orang mempunyai kesibukan masing-masing sehingga untuk melakukan komunikasi tatap muka diperlukan waktu yang tepat agar keduanya dapat bertemu dan melakukan komunikasi interpersonal tatap muka.
2.      Tidak dapat berkomunikasi dengan orang yang ada di tempat yang berbeda karena jangkauan tatap muka ini sangat terbatas sehingga memerlukan media untuk menghubungkan antara satu sama lain agar dapat berkomunikasi. Jadi dalam tatap muka ini yang menjadi kendala adalah waktu dan jangkauannya yang terbatas.
          Dalam komunikasi interpersonal terdapat beberapa hambatan yang ada, hambatan-hambatan tersebut antara lain sebgai berikut :
1.      Bahasa: Dalam komunikasi peranan bahasa sangat penting karena bahasa merupakan salah satu alat bahasa verbal yang digunakan dalam berkomunikasi. Bila dalam suatu komunikasi ada kesalahpahaman yang terjadi yang disebabkan oleh bahasa itu akan menjadi hambatan dalam komunikasi .
2.      Budaya: Budaya juga sangat penting dan berpengaruh. Bila dalam komunikasi ada perbedaan latar budaya dan tidak terdapat titik temu antar satu dengan yang lain hal ini dapat menjadi bomerang dalam proses komunikasi sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman antar personal yang dapat membuat perpecahan.
3.      Tujuan yang tidak jelas: Dalam komunikasi harus ada kejelasan dalam berhubungan agar ada tujuan yang pasti, apabila tidak ada tujuan yang jelas akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya miss komunikasi yang dapat memecahkan hubungan antar sahabat ataupun hubungan antar personal yang lainya.
4.      Salah paham: Terkadang di dalam suatu komunikasi terjadi salah paham dalam interpretasi, respon, dan asumsi. Dan ini membuat suatu kesalahpahaman dalam berkomunikasi sehingga dari kesaahpahaman ini bisa terjadi perusakan suatu komunikasi. Selain itu apabila kesalahpahaman terus berlanjut dalam suatu hubungan komunikasi. Hubungan komunikasi antar personal tersebut bisa pecah atau ada pemutusan hubungan.
5.      Menganggap enteng lawan bicara: Dalam suatu komunikasi atau hubungan kita harus bisa menghormati antar personal agar tercipta suatu hubungan yang harmonis. Tapi apabila tidak ada rasa saling menghormatimaka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya pemutusan hubungan.
6.      Mendominasi pembicaraan: Komunikasi dua arah akan berhasil bila kita saling mengisi dan melengkapi. Bila ada seorang yang lebih mendominasi suatu pembicaraan komunikasi tersebut tidak akan efektif dan tidak akan berjalan dengan lancar.

D.         Akomodasi
          Akomodasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyesuaikan, memodifikasi, atau mengatur perilaku seseorang dalam responnya terhadap orang lain.Akomodasi biasanya dilakukan secara tidak sadar. Kita cenderung memiliki naskah kognitif internal yang kita gunakan ketika kita berbicara dengan orang lain.[5]
          Inti dari teori akomodasi ini adalah adaptasi. Bagaimana seseorang menyesuaikan komunikasi mereka dengan orang lain. Teori ini berpijak pada premis bahwa ketika seseorang berinteraksi, mereka menyesuaikan pembicaraan, pola vocal, dan atau tindak tanduk  mereka untuk mengakomodasi orang lain.[6]
            Teori akomodasi komunikasi adalah teori yang mempertimbangkan motivasi dan konsekuensi yang mendasari apa yang terjadi ketika dua pembicara menyesuaikan gaya komunikasi mereka. Selama peristiwa komunikasi, orang akan berusaha untuk mengakomodasi atau menyesuaikan gaya berbicara mereka dengan orang lain. inti dari teori ini adalah ketika pembicara berinteraksi, mereka menyesuaikan pembicaraan, pola vocal, dan/atau tindak-tanduk mereka untuk mengakomodasi orang lain.
            Teori akomodasi komunikasi memiliki empat asumsi, yaitu (1) persamaan dan perbedaan berbicara dan perilaku terdapat di dalam semua percakapan, (2) cara dimana kita mempersepsikan tuturan dan perilaku orang lain akan menentukan bagaimana kita mengevaluasi sebuah percakapan, (3) bahasa dan perilaku orang memberikan informasi mengenai status sosial dan keanggotaan kelompok, (4) akomodasi bervariasi dalam hal tingkat kesesuaian, dan norma mengerahkan proses akomodasi.
·         Pertama, pengalaman-pengalaman dan latar belakang yang bervariasi akan menentukan sejaih mana orang kan mengakomodasi orang lain. semakin mirip sikap dan keyakinan kita dengan orang lain, makin kita tertarik kepada dan mengakomodasi orang lain tersebut.
·         Kedua terletak pada persepsi dan evaluasi. Orang pertama-tama akan mempersepsikan apa yang terjadi di dalam percakapan sebelum mereka memutuskan bagaimana mereka akan berperilaku dalam percakapan. Kemudian saat mempersepsikan kata-kata dan perilaku orang lain menyebabkan evaluasi kita terhadap orang tersebut.
·         Asumsi ketiga berkaitan dengan dampak yang dimiliki bahasa terhadap orang lain. Bahasa yang digunakan dalam percakapan cenderung merefleksikan individu dengan status sosial yang lebih tinggi.
·         Asumsi keempat berfokus pada norma dan isu mengenai kepantasan sosial. Maksudnya, akomodasi dapat bervariasi dalam hal kepantasan sosial sehingga terdapat saat-saat ketika mengakomodasi tidaklah pantas.

E.          Asumsi Dasar Akomodasi
          Akomodasi dipengaruhi oleh beberapa keadaan personal, situasonal dan budaya maka asumsi dasarnya adalah sebagai berikut[7] :
a.       Persamaan dan perbedaan berbicara dan perilaku dalam percakapan
Pengalaman-pengalaman dan latar belakang yang bervariasi akan menentukan sejauh mana orang mengakomodasikan orang lain. Semakin mirip perilaku dan keyakinan kita, semakin membuat kita tertarik untuk mengakomodasikan orang lain tersebut. Sebuah contoh untuk mengilustrasikan sumsi ini adalh, ketika seorang yang berasal dari Palembang bertemu dengan teman baru yang berasal dari suku Jawa. Jelas merekaberasal dari latar belakang yang berbeda dan pengalaman hidup yang berbeda. Tetapi mereka memiliki kesamaan dalam hal hobi, yaiitu bermain bola.
b.      Mempersepsikan tuturan dan perilaku orang lain akan menentukan evaluasi percakapan
Asumsi ini terletak pada persepsi dan evaluasi. Dalam percakapan akan timbul persepsi sebelum memutuskan perilaku yang akan di lakukan dalam percakapan. Saat mempersepsikan kata-kata dan perilaku menyebabkan evaluasi terhadap orang tersebut.
c.       Bahasa dan perilaku memberikan informasi mengenai status sosial dan keanggotaan
Berkaitan dengan dampak yang dimiliki bahasa terhadap orang lain. Bahasa yang digunakan dalam percakapan cenderung merefleksikan individu dengan status sosial yang dimilik.
d.      Akomodasi bervariasi dalam hal tingkat kesesuaian dan norma mengarahkan proses akomodasi.
Asumsi ini berfokus pada norma dan isu mengenai kepantasan sosial. Maksudnya, akomodasi dapat bervariasi dalam hal kepantasan sosial sehingga terdapat saat-saat ketika mengakomodasi tidaklah pantas. Dalam hal ini, norma terbukti memiliki peran yang cukup penting karena memberikan batasan dalam tingkatan yang bervariasi terhadap perilaku akomodatif yang dipandang sebagai hal yang diinginkan dalam sebuah komunikasi.

F.          Tahap Dalam Beradaptasi
          Teori akomodasi komunikasi menyatakan dalam percakapan setiap orang memiliki pilihan, yitu konvergensi, divergensi dan akomodasi berlebihan. [8]
1.      Konvergensi
Proses pertama yang berubungan dengan teori akomodasi komunikasi ini adalah konvergensi. Giles, Nikolas Coupland, dan Justin Coupland (1991) mendefinisikan konvergensi adalah “strategi dimana individu beradaptasi terhadap perilaku komunikatif satu sama lain”. Konvergensi merupakan proses yang selektif, tidak selalu memilih strategi konvergen dengan orang lain. Ketika orang melakukan konvergensi, mereka bertumpu pada persepsi mereka mengenai pembicaraan atau perilaku orang lain.
Selain persepsi yang dihasilkan dari komunikasi terhadap oranng lain, konvergensi pun didasarkan pada ketertarikan. Biasanya, para komunikator ini saling tertarik maka mereka akan melakukan konvergensi dalam percakapan mereka. Ketertarikan dalam istilah yang luas dan juga mencakup beberapa karakteristik seperti charisma, kredibilitas dsb.
2.      Divergensi
Dalam akomodasi, terdapat proses dimana satu atau dua dari dua komunikator untuk mengakomodasi komunikasi diantara mereka. Strategi yang digunakan untuk menonjolkan perbedaan masing-masing komunikator baik dalam segi verbal maupun nonverbal ini disebut Divergensi. Divergensi adalah ketika dimana tidak adanya usaha dari para pembicara untuk menunjukan persamaan diantara mereka. Atau tidak ada kekhawatiran apabila mereka tidak mengakomodasi satu sama lain.
Divergensi bukanlah dalam pengertian bahwa tidak adanya kepedulian ataupun respons terhadap komunikator lain. Melainkan, mereka memutuskan untuk mendisosiasikan diri mereka terhadap komunikator lain dengan alasan-alasan tertentu. Adapun yang kedua, mereka melakukan divergensi karena alasan kekuasaan dan juga perbedaan peranan dalam percakapan. Kemudian yang terakhir ini adalah alasan yang jarang digunakan , ialah apabila lawan bicara adalah orang yang tidak diinginkan oleh komunikator. Karena dianggap ada sikap-sikap yang tidak menyenangkan ataupun berpenampilan buruk.
Jadi, divergensi disini adalah strategi untuk memberitahukan akan keberadaan mereka dan juga ingin mempertahankannya, karena alasan tertentu. Tanpa mengkhawatirkan akan akomodasi komunikasi antara dua komunikator untuk memperbaiki percakapan.
3.      Akomodasi Berlebihan
Akomodasi berlebihan, yaitu label yang diberikan kepada pembicara yang dianggap pendengar terlalu berlebihan. Istilah ini diberikan kepada orang yang, walaupun bertindak berdasarkan niat yang baik, justru dianggap merendahkan. Akomodasi berlebihan biasanya menyebabkan pendengar untuk mempersepsikan diri mereka tidak setara. Jika salah satu tujuan komunikasi adalah mencapai makna yang dimaksudkan, akomodasi berlebihan merupakan penghalang utama bagi tujuan tersebut.[9]

G.         Identitas Sosial
          Dasar ide dari teori identitas sosial adalah bahwa category sosial (contoh: nasionalis, affiliasi politik, organisasi, kelompok kerja) dengan salah satunya dan yang lainnya merasa memiliki, memberikan sebuah definisi siapa yang berada dalam istilah dari mendefinisikan karekteristik kategori—sebuah definisi diri sendiri yang terpisah dari konsep diri sendiri. Orang-orang memiliki kumpulan sandiwara dari kategori keanggotaannya yang berlainan yang relative keseluruhannya penting di dalam konsep diri (self concept).[10]
          Identitas sosial terbentuk sebagai akibat dari keanggotaan kita dalam suatu kelompok kebudayaan. Tipe kelompok itu antara lain adalah umur, gender, kerja, agama, kelas sosial, tempat dan seterusnya. Identitas sosial merupakan identitas yang diperoleh melalui proses pencarian dan pendidikan dalam waktu lama. Kita dapat membedakan sekelompok orang dengan kelompok lain melalui kelompok umur, lalu kita menetapkan ciri-ciri perilaku mereka berdasarkan usia tua atau muda. Kita mengatakan orang-orang muda umumnya bernafsu besar, cepat marah, tidak hati-hati, kurang sabar; sebaliknya orang tua lebih sabar, lebih bijaksana, dan lebih lambat.[11]
1.      Pengaruh identitas sosial terhadap perilaku individu
Identitas sosial sangat berkaitan dengan persepsi., karena dalam proses identitas sosial peran persepsi sangat penting. Menurut Tajfel dan Turner manusia mempunyai kecenderungan untuk membuat kategorisasi sosial atau mengklasifikasikan individu-individu dalam kategori-kategori atau kelompok-kelompok sosial tertentu. Pada umumnya individu-individu membagi dunia sosial ke dalam dua kategori yang berbeda yakni “kita” dan “mereka”, “kita” adalah ingroup sedangkan outgroup adalah mereka. Ketika terjadi persaingan antar dua kelompok, maka kelompok lain sebagai out-group disepsepsikan sebagai musuh atau yang mengancam. Beberapa kasus menunjukan bahwa solidaritas terhadap kelompoknya terkadang membawa individu ke arah perilaku yang melanggar norma-norma. Menurut Hogg dan Abram menjelaskan identitas sosial sebagai rasa keterikatan, peduli, bangga dapat berasal dari pengetahuan seseorang dalam berbagai kategori keanggotaan sosial dengan anggota yang lain, bahkan tanpa perlu memiliki hubungan personal yang dekat. Identitas sosial yang yang tinggi nantinya bisa melahirkan sikap konformitas terhadap kelompok. Menurut Zillmann, dkk Menimbulkan rasa pertemanan dan solidaritas antar anggota kelompok.
Setiap individu memiliki identitas, baik secara personal maupun secara sosial. Ketika individu akan bergabung pada sebuah kelompok, pada dirinya melekat identitas personal dan ketika ia telah menjadi anggota sebuah kelompok, maka ia akan mengidentifikasi terhadap kelompoknya, yang menyebabkan identitas personalnya terabaikan akan melebur atau tertutupi oleh identitas social. Selain itu, dalam memililih kelompok, seseorang akan mempertimbangkan kesamaan antara identitas personal dengan identitas kelompok yang akan dipilihnya. Hal ini dikarenakan untuk memudahkan individu dalam melakukan penyesuaian terhadap kelompoknya.

2.      Aspek-aspek Identitas Sosial
a.      Sebuah Tinjauan
Setiap membangun sebuah  identitas sosial (social identity),  sebuah defenisi diri yang memandu bagaimana kita mengonseptualisasi dan mengevaluasi diri sendiri. Menurut Jackson dan Smith, identitas sosial dapat di konseptualisasikan paling baik dalam empat dimensi: persepsi dalam konteks antarkelompok, daya tarik in-group, keyakinan yang saling terkait, dan depersonalisasi.

b.      Komponen Identitas Seseorang

·         Konsep  self : Skema Dasar
Konsep self adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri mengenai diri sendiri yang terorganisasi. Self memberikan sebuah kerangka berpikir yang menentukan bagaimana kita mengolah informasi tentang diri kita sendiri, termasuk motivasi, keadaan emosional, evaluasi diri, kemampuan dan banyak hal lainnya.
Aspek pertama yang muncul adalah kesadaran diri subjektif, hal ini melibatkan kemampuan organisme untuk membedakan dirinya dengan lingkungan fisik dan sosialnya. Kemudian kesadaran diri objektif yaitu kapasitas organisme untuk menjadi objek  perhatiannya sendiri, menyadari keadaan pikirannya sendiri, dan mengetahui bahwa ia tahu, mengingat bahwa ia ingat. Sedangkan kesadaran diri simbolik adalah kemampuan organisme untuk membentuk sebuah konsep abstrak dari self melalui bahasa. Kemampuan ini membuat organisme mampu untuk berkomunikasi, menjalin hubungan, menentukan tujuan, mengevaluasi hasil, dan membangun sikap yang berhubungan dengan self, dan membelanya terhadap komunikasi yang mengancam.
·         Konsep Self  Sosial
Self sosial terdiri dari dua komponen yaitu berasal dari hubungan interpersonal dan berasal dari keanggotaan pada kelompok yang lebih besar dan kurang pribadi seperti ras, etnis atau budaya.
Konsep self sosial adalah setiap konsep self keseluruhan seseorang terdiri dari banyak komponen yang berbeda yang memberikan skema terhadap aspek spesifik dalam hidupnya. Satu komponen tersebut yaitu interaksi sosial. Untuk kaum muda, konsep self sosial ini dapat dibagi lebih jauh dalam kategori yang lebih spesifik, seperti interaksi sosial di sekolah dan interaksi sosial dalam keluarga.

1.      Self-Esteem Sikap terhadap Diri Sendiri
Self-esteem adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu, sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif-negatif. Evaluasi terhadap diri sendiri dikenal sebagai self-esteem. Sedikides (1993) menyatakan tiga kemungkinan motif dalam evaluasi diri, orang dapat mencari self-assesment (untuk memperoleh pengetahuan yang akurat tentang dirinya sendiri), self-enhancement (untuk mendapatkan informasi positif tentang diri mereka sendiri) atau self-verification (untuk mengkonfirmasi sesuatu yang sudah mereka ketahui tentang diri mereka sendiri).
2.      Efek Self-EsteemYang Tinggi dan Rendah
Dalam kebanyakan kasus,  self-esteemyang tinggi memiliki konsekuensi yang positif yang positif, sementara self-esteemyang rendah memiliki efek sebaliknya. Sebagai contoh, eveluasi diri negatif dihubungkan dengan keterampilan sosial yang tidak memadai, kesepian, depresi, dan unjuk kerja lebih buruk yang menyertai pengalaman kegagalan.
3.      Perubahan Dalam Self-Esteem
Peristiwa negatif dalam hidup memiliki efek negatif terhadap self-esteem. Sebagai contoh, ketika masalah muncul di sekolah, di tempat kerja, di dalam keluarga, atau diantara teman, akan terjadi penurunan self-esteem. Peningkatan kecemasan, dan individu yang terganggu akan berusaha mencari penguatan melalui berbagai cara. Mereka dengan self-esteem yang tinggi mengigat peristiwa yang menyenangkan dengan lebih baik, yang membantu mempertahankan evaluasi diri yang  positif. Sedangkan mereka dengan self-esteemyang rendah melakukan hal yang sebaliknya, mengingat peristiwa yang tidak menyenangkan dengan lebih baik, untuk mempertahankan sebuah evaluasi diri yang negatif.

c.       Aspek Lain Dari Fungsi Self : Memfokuskan, Memonitor Dan Menilai

·         Memfokuskan Perhatian Pada Self atau Pada Dunia Eksternal
Self-focusing didefinisikan sebagai perhatian yang diarahkan pada diri sendiri daripada sekelilingnya. Self-focusing yang terus menerus dan konsisten dapat menciptakan kesulitan. Misalnya, sebagai respon terhadap interaksi sosial yang tidak menyenangkan, individu dengan gaya yang terfokus pada self mengalami perasaan negatif lebih banyak. Suatu hal yang penting untuk mampu memfocuskan diri secara seimbang. Kenyataan bahwa kita dapat mengubah focus telah menjadi bagian dari proses self-regulation terhadap pikiran kita sendiri. Elemen kuncinya adalah kemampuan untuk mengontrol apa yang ada pikirkan, arah yang paling menguntungkan bagi focus seseorang bervariasi sesuai dengan situasi.
·         Memonitor Tingkah Laku Dengan Menggunakan Tanda-Tanda Internal Atau Eksternal
Istilah self-monitoring merujuk pada kecenderungan untuk mengatur tingkah laku berdasarkan petunjuk eksternal seperti bagaimana orang berkreasi (self-monitoring tinggi) atau berdasar pada petunjuk internal seperti keyakinan seseorang dan sikapnya (self-monitoring rendah). Orang dengan self-monitoring yang rendahcenderung bertingkah laku saat situasi berubah. Pernyataan berskala seperti “saya hanya dapat membela ide yang saya telah yakini kebenarannya” dijawab sebagai sesuatu yang benar oleh orang dengan self-monitoring yang rendah dan yang salah oleh orang dengan self-monitoring yang tinggi.
Orang dengan self-monitoring yang tinggi berusaha menyesuaikan tingkah laku dan peran dalam kondisi yang ada untuk memperoleh evaluasi positif dari orang lain.
·         Self-Efficacy : Percaya Pada Diri Sendiri
Self-efficacy adalah evaluasi seseorang terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan sebuah tugas, mencapai tujuan atau mengatasi hambatan.Evaluasi ini dapat bervariasi, tergantung pada situasi. Individu sering kali kurang memiliki perasaan self-efficacy dalam situasi interpersonal.Ini disebabkan karena kurangnya kemampuan sosial atribusi yang tidak tepat, tidak memadainya karakter diri dan tidak bersedia untuk mengambil inisiatif dalam persahabatan.






















BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan

            Secara konstektual, komunikasi interpersonal digambarkan sebagai suatu komunikasi antara dua individu atau sedikit individu, yang mana saling berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun, memberikan definisi konstektual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi interpersonal karena setiap interaksi antara satu individu dengan individu lain berbeda-beda.
            Dalam komunikasi Interpersonal terdapat beberapa aspek yaitu akomodasi dan identitas sosial. Dengan mempelajari komunikasi interpersonal diharapkan dapat mempermudah kita dalam melakukan komunikasi terhadap setiap individu dan kita mampu melakukan evaluasi terhadap diri sendiri.


[1] Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi. (Jakarta : Bumi Aksara. 2005) hlm.159.
[2] Ibid, hlm.159.
[3] Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. 200) hlm.. 30.
[4] Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001) hlm.121–124.
[5] West Richard & Tunner Liynn H, Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi, 2007, 217
[6] ibid
[7] Ibid. Hal 218
[8] Ibid. Hal. 220
[9] Morrisan & Wardhany Andy Corry, Teori Komunikasi, (Ghalia Indonesia,Jakarta, 2009) hlm. 135.
[10] Michael A. Hogg & Deborah J Terry, Social Identity Processes in Organizational Contexts, (Bing hamton: Psychology Press, 2001), hlm 3.
[11] Carole Wade & Calor Tavris, Psikologi: Edisi Kesembilan,alih bahasa Padang Mursalin (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm  309.

Komentar